Jumat, 09 Oktober 2009

EX-IT



Ex-It dalam Kebersamaan Perupa
5 - 14 Maret 2010 @ Gal. Cipta II, TIM

ERA kontemporer yang terus masuk dalam interaksi budaya menjadikan perupa alumni Studio Patung IKJ bersinergi.Mereka mencoba menyatukan pengalaman estetika menjadi sebuah kekuatan seni yang bermakna.

Sebuah kapal layar berdiri megah di depan Galeri Cipta II Taman Ismail Marzuki (TIM). Kapal dengan dua layar membentang di buritan lengkap dengan atribut baling-baling kain menjadi sebuah objek pameran yang mengundang perhatian.Karya Onny Koes, Yani M Sastranegara, Benny Ronald Tahale, Agoes Jolly,dan Erwin Utoyo berjudul Bahtera seolah menjadi sebuah panggung pertunjukan sarat makna. Bahtera menjadi kolaborasi karya yang sangat indah. Menghadirkan sesuatu yang menjadi simpul kebersamaan.

Onny dan kawan-kawan merangkainya menjadi wujud bahtera yang agung. Lengkap dengan panggung besar bertingkat empat di tengahnya. Panggung seolah dijadikan ruang peradaban.Pendar cahaya seolah mewujud menjadi tali temali yang membentang saling silang.Sajian Bahterakarya Onny Koes menjadi daya tarik dalam pameran 3D alumni Studio Patung IKJ bertajuk Ex-it yang digelar di Galeri Cipta II Tgl. 5 hingga 14 Maret 2010.

Selain karya Onny Koes dkk,karya lain yang disajikan dalam pameran Ex-it adalah Desperation, karya Philips AB ini menggambarkan sebuah patung pensil yang tergantung dalam tiang gantungan. Wujud pensil besar ini seolah menggambarkan matinya karya melalui simbol pensil yang tergantung.


"Desperation"
100 x 70 x 250 cm
2010


Karya lain yang menarik perhatian adalah Head to Head karya Erwin Utoyo.Erwin membuat objek patung tangan yang keluar dari daun pintu yang sedikit terbuka.Karya Erwin ini menjadi menarik perhatian dengan banyaknya kondom yang berceceran di depan daun pintu.Kondom yang menggelantung di jari tangan yang menjulur keluar juga menjadi sebuah objek yang menarik.Lewat karya ini,Erwin Utoyo seolah sedang menggambarkan kehidupan kaum urban.

Karya Yani Mariani Sastranegara berjudul Yang Hilangjuga menarik. Yani menciptakan sebuah objek telur retak.Telur berukuran 100x150 cm ini tergelak di pojok ruang dengan plat besi yang berat.Yang Hilang merupakan ciptaan Yani yang memiliki simbol-simbol tertentu. Dalam pameran yang digelar selama hampir 10 hari setidaknya ada 16 karya dari pematung alumni Studio Patung IKJ.Sebanyak 16 karya 3D yang masing-masing memiliki karakteristik tersendiri dengan aroma senirupa modern.
(sofian dwi)



http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/308826/
http://images.kompas.com/photos/view/31784

Pameran Bersama Mahasiswa dan Alumni IKJ

KONVERSI BATIK
30 September - 2 Oktober 2009
@ Gallery of Institut Kesenian Jakarta

The Builders
Mixed Media
30 x 30 x 45 cm
2009

Sabtu, 29 Agustus 2009

Abstract

Available!
philips_budiman@yahoo.com



Available!
philips_budiman@yahoo.com


Rabu, 22 Juli 2009

PAMERAN KRIYA IKJ

PAMERAN KRIYA IKJ / IKJ Craft Exhibition
@Museum Bank Mandiri, Kota.
Saturday, July 25th – August 8th, 2009


"After The Show", mixed media, real size, 2009



"Green Song", mixed media, h=160 cm, 2009

Senin, 22 Juni 2009

#1@empatpuluhtahun.ikj

June, 19th - 28th 2009
Cipta II Gallery, Taman Ismail Marzuki
Jakarta



HANYA BUAH APEL, AOC, 200 x 200 cm, 2009



WARMING, Fiberglass, real size 17" Tire, 2009





Komunitas SERAT + 'Friends'



enjoy!



Alumni IKJ Pamerkan 58 Karya Seni Rupa
Selasa, 23 Juni 2009 | 03:21 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com--Sebanyak 34 orang alumni Fakultas Seni Rupa, Institut Kesenian Jakarta (IKJ) menggelar pameran 58 karya seni rupa di Gedung Galeri Cipta II, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta.

Pameran yang berlangsung dari 19-28 Juni 2009 itu digelar untuk menyambut ulang tahun Fakultas Seni Rupa IKJ ke-40, ujar Prahasta, pengelola Gedung Galeri Cipta II, Taman Ismail Marzuki (TIM), Jakarta, Senin.

Menurut dia, sejak dibuka pada Jumat (19/6) pekan lalu sedikitnya puluhan hingga seratusan lebih pengunjung baik mahasiswa atau masyarakat umum menikmati hasil-hasil kreasi yang dipamerkan dengan judul "#1@empatpuluhtahun.ikj" itu.

Sebagian besar hasil-hasil kreasi para alumni IKJ yang telah malang melintang sampai puluhan di dunia seni rupa itu didominasi oleh seni lukis, kemudian patung, grafis dan sebagian kecil dalam seni griya kayu, instalasi serta dalam bentuk video.

Lukisan-lukisan yang dipamerkan mengandung makna kritikan sosial bagi semua pihak yang dituangkan dalam goresan cat di atas kanvas berukuran puluhan hingga ratusan centimeter (cm).

Seperti karya Agoes Jolly (50) masuk IKJ tahun 1981 yang melalui lukisan berjudul "perjamuan 5 tahun sekali kepada rakyat" dengan instalasi (mixed media) berukuran 400x300 cm berisi kritik pedas atau sindiran terhadap hukum, politik, ekonomi dan sosial kepada pemerintah.

Kemudian Budi Kurniawan (37) alumni tahun 1996 yang mengambar kehidupan Kota Jakarta dengan gedung pencakar langit, pemulung, banjir, tugu monas dan bencana dalam kotak-kotak kecil yang diberi judul "magic box" dengan cat akrilik di atas canvas 180x120 cm.

Andrew Delano (25) yang masuk IKJ tahun 2004 melukis bagian tubuh belakang seorang wanita dengan jari tangan kanan memegang kantungan plastik transparan berisi orok berjudul "aku membunuh bayiku" dengan cat minyak di atas canvas 150 x 140 cm.

Lalu ada juga instalasi karya Hardiman Radjab (49) alumni IKJ tahun 1987 yang diberi judul "made in Indonesia 1" dengan menggunakan koper (mixed media) membuat miniatur banjir akibat semburan lumpur Lapindo yang merendam rumah warga.

Salah seorang pengunjung mengaku puas dengan melihat hasil-hasil karya seni rupa dari para alumni IKJ yang dipamerkan karena kritik sosial melalui media seni tersebut tersampaikan sebab dengan bahasa sederhana.

"Lukisan dan seni yang dipamerkan ini sangat sederhana sehingga kita mudah memaknai pesan yang terkandung sekaligus menggambarkan realitas masyarakat kita," ujar Rina Septiyana.


sumber: http://oase.kompas.com/read/xml/2009/06/23/03213092/alumni.ikj.pamerkan.52.karya.seni.rupa


Jumat, 05 Juni 2009

Early 09's

HOLE IN THE WALL, 100x100cm, AOC, 2009




'TIL DAWN, 100x120cm, AOC, 2009




METROSOLID - Pameran Patung Kontemporer

Pameran Patung Kontemporer

Metrosolid

Galeri Cipta II

1 – 10 Juli 2008


Kota besar dunia adalah pinu gerbang tempat masuk dan bertemunya arus budaya, peradaban global dan lokal. Melalui pertemuan seperti itu bisa terjadi asimilasi benturan dari nilai-nilai adab dari berbagai sumber yang berbeda. Peristiwa atau fenomena seperti itu hakekatnya adalah kekayaan khas metropolitan termasuk Jakarta. Dinamika seni patung sendiri tidak sesemarak seni lukis. Aura eksistensinya masih perlu terus didinamiskan sampai titik yang maksimal. Pameran patung menjadi semacam peristiwa langka yang masih terus diapresiasikan kemasyarakat luas.

Sesuai dengan perkembangan ini, menyadari dan mengantisipasi akan semakin pentingnya peran seni dalam konstelasi peradaban lokal maupun global dikurun waktu mendatang dan juga masih dalam rangka memperingati HUT Jakarta ke 481, Asosiasi Pematung Indonesia (API) bekerjasama dengan BP-PKJ TIM mengadakan pameran patung yang bertema Metrosolid yang bertempat di Galeri Cipta II.

Pameran ini akan diikuti oleh 20 anggota Asosiasi Pematung Indonesia (API) yakni : Agoes Salim ST, Agus Widodo, Ajis Saleh, Arsono, Arwan Parulian S, Benny Ronald T, Bernauli Pulungan, Budi L. Tobing, Dianthus L. Pattiasina, Erwin Utoyo, Hanung Mahadi, Hardiman Radjab, Harry Susanto, Hilman Syafriadi, Iriantine Karnaya, Kondang Sugito, Nita Nursita, Philips AB, Yana WS dan Yani M. Sastranegara.


CONTEMPORARY SCULPTURE EXHIBITION

METROSOLID

In anticipation of the contemporary development in arts and the awareness of the increasing important role of arts in local as well as global civilization in the future, and in conjunction with the 481st anniversary of the Jakarta City, 20 sculptors, members of the Indonesian Sculptors Association (API) Jakarta chapter, in cooperation with the Jakarta Arts Centre, Taman Ismail Marzuki, Jakarta will organize a sculpture exhibition under the theme of METROSOLID.


Kerjasama Antara

CIPTA dan Asosiasi Pematung Indonesia

TEBAR PESONA SENIRUPA #2

LET THE BEST WIN 70 x 70 x 150 cm, Cutted Knifes and wood, 2009

Sabtu, 30 Mei 2009

katalog pameran "Lady Rocker" 4 seniman lulusan IKJ di Parkir Space, jl. prawirotaman II, jogja, maret 2007

FOR BETTER WORLD

(JERITAN SEORANG ROCKER)


Ketika pertama kali diomongin Dita (Andita Purnamasari) bahwa dia akan pameran di Parkir Space, sontak saya bertanya “kamu mau pameran apa mau nyanyi lagu rock ?”. Pertanyaan itu muncul begitu saja, karena memang kita semua, para pelanggan setia Parkir Space selalu ingat bahwa Dita adalah Lady Rocker yang sering menyanyikan lagu2 dari Anggun C Sasmi lengkap dengan gaya dandannya. Maka kemudian ketika Dita benar2 serius meyakinkan saya bahwa dia akan pameran karya seni, saya baru ngeh bahwa Dita meminta saya menulis untuk katalognya.


Dua bulan setelah itu, Dita ketemu lagi dengan saya, dan menunjukkan sketsa2 karya yang akan dia buat untuk pameran di Parkir Space. Bahkan Dita sudah membuat poster pamerannya, dengan tajuk LADY ROCKER’S – FOR BETTER WORLD, dan dia mengajak pula teman2nya untuk pameran, sesama rocker yang juga personil grup band dimana mereka berempat sering manggung bareng di acara2 rock show di Jakarta. Ketiganya adalah Ahmad Fauzi (sering dipanggil Kejo) gitaris, Afrialdi Eka (Mono) drummer, dan Philips Aldimulyo Budiman (Philips) bassist.


Mereka memilih tema “For Better World” dan banyak membicarakan masalah isyu lingkungan, moralitas dan religi dalam setiap karya mereka. Bagi mereka berempat, keadaan dunia yang sudah rusak ini patut untuk disembuhkan, atau paling tidak lebih banyak diperhatikan oleh penghuninya, seluruh umat manusia.


Tema yang umumnya diusung oleh para aktivis ini menjadi agak beda karena di tangan mereka berempat ‘sentuhan’ nuansa rock-nya masih terasa. Hal ini mengingatkan kita akan tema lagu-lagu rock pada tahun 1980-an yang sangat moralis dan menggugah kesadaran kita pada kondisi dunia yang karut marut.


Isyu lingkungan banyak digarap Dita dalam karya2 instalasinya, seperti dalam karya berjudul ‘The World of You and I” yang terdiri dari susunan burung2 origami kertas dan liukan kawat yang digantung yang menggambarkan pepohonan nan kering, apalagi susunan burung origami yang berwarna biru akan membentuk tulisan PEACE. Wah…lengkap sudah pesan yang disodorkan, damai dan tenang…

Pada karya lainnya yang berjudul “Lost Generation”, Dita menyorot masalah dunia yang kehilangan generasi penerus. Anak2 adalah korban keserakahan, hingga mereka akhirnya ada yang sampai menderita busung lapar, gizi buruk, dll.

Waah…yang ini juga sangat mulia pesannya…

Satu karya lagi dari Dita berbicara mengenai sebuah negeri yang haus akan perdamaian dan juga kekuasaan. Siapa lagi kalau bukan Amerika Serikat. Dua hal yang menjadi ironis namun sama2 kencangnya disuarakan oleh Amerika.

Waaah…karya ini lebih menohok pesannya, mulia dan keras…


Mengamati karya2 Dita seakan kita dibawa pada suasana demo yang dilakukan oleh para aktivis Green Peace yang sarat dengan isu2 besar tentang lingkungan, hal yang juga ditulis dalam lirik2 lagu rock era 80-an di Indonesia. Seperti jeritan Nicky Astria berikut :

Gersang melandaaa…Wajah desakuu…Semakin pucat pasi tiada berseriii…

Gersang melandaaa…Tanah desakuu…Kering merekah tanpa kehidupaaann…


Nah, sekarang kita beranjak ke karya2 Philips…

Philips banyak bergumul dengan tema2 religi, merekonstruksi pemikiran kita tentang Tuhan dan institusi Agama. Agama yang dikomersialkan, agama yang menjadi pemicu kejadian penting di dunia ini, baik kejadian dalam artian positif maupun negatif, serta pemahaman agama yang hanya sedikit berbeda dengan umat se-iman pun akan menimbulkan amuk hebat di kalangan tersebut.

Waaah… terus agama itu menjadi apa ya ?????


Maaf kalau saya kemudian kembali teringat pada lagu2 rock era 80-an, yang juga mengangkat tema agama dalam lirik lagu mereka. Meski yang banyak dijadikan tema adalah tentang sifat2 yang baik dan yang buruk manusia, dosa, setan, malaikat hingga Tuhan, namun sepertinya lirik2 lagu itu sangat beda dengan apa yang digagas Philips. Keresahan Philips terhadap Tuhan dan institusi agama lebih bersifat personal, mungkin itu adalah bagian dari pencarian dia terhadap keyakinannya, Tuhannya.

Hal ini dapat kita lihat pada karyanya yang berjudul “I’m…….” yang berupa instalasi gantungan tulisan “I’m atheis” dalam format balon kata sebanyak puluhan buah.

Perasaan serupa juga dapat kita rasakan dalam karya Philips berjudul “Bersih-bersih” yang menghadirkan sikat gigi dibengkokkan dan di lumuri dengan resin yg menyerupai odol, yang mengajak kita untuk bercermin, membersihkan diri dari segala dosa.


Kembali saya teringat pada lirik sebuah lagu dari Kaisar Band :

Garis bintang manusiaa…Berdiri tegak di depan cermiin…Menatap bayang dirimuu…Agar mengerti hidup iniii… Wooow…

Juga lagu ciptaan Donny Fattah yang dinyanyikan oleh Power Metal :

Tuhaaan…yang terlupa…Kaulah penguasa alam…Langit dan bumi sujud padaMu…

Kau Yang Maha Memberi…Segala nikmat kepada kami…


Nah, sekarang kita sampai pada seniman ketiga yaitu Ahmad Fauzi yang sering dipanggil Kejo.

Kejo menghadirkan dua buah karya print yang menggambarkan wajah2 dari orang2 yang dia kenal. Karya pertama berjudul “Smile Make Peace”, berupa deretan wajah2 orang tersenyum dengan latar belakang warna-warni, yang maksudnya adalah dengan senyum kita dapat menjadikan dunia damai, aman, tentram. Walau masalah tetap ada, hadapilah dengan senyum. Begitulah kira2 ajakan Kejo. Ajakan yang tidak mengingatkan saya pada lirik lagu rock 80-an, namun pada iklan sebuah pasta gigi… ..maaf ya Kejo…

Karyanya yang kedua adalah deretan wajah orang tersenyum yang image-nya sama dengan karya pertama, semuanya mempunyai tanduk, namun hanya dibuat hitam putih, tanpa latar belakang. Maksudnya sih karya ini ngomong tentang sisi baik dan buruk pada manusia, seperti dua kutub yang saling berlawanan namun menyeimbangkan. Seperti positif negatif, atau yin yang.

Saya melihat karya Kejo yang kedua ini malahan seperti melihat wajah setan yang menjelma dalam diri manusia, dan celakanya saya langsung teringat pada syair lagu Valhalla yang berjudul Seruan Setan, dalam kompilasi kaset 10 Finalis Festival Rock Se-Indonesia ke- 6 berikut ini :

..Lihat setan-setan yang berserakan…Ada iblis perang yang bertebaran…Dan serdadu boneka yang diperintahkan…Siap melahap mangsa yang dataaang…


Oke, kini kita sampai pada seniman terakhir, yaitu Mono, yang nama lengkapnya adalah Afrialdi Eka.

Mono banyak bermain dengan citra sebuah benda dan objek. Sifat suatu benda serta fungsinya kadang ditabrakkan dengan benda atau objek lainnya, sehingga akan timbul makna baru atas benda bentukan tadi. Secara visual karyanya langsung mengoyak rasa penonton, sebagaimana kita lihat pada karyanya yang menyerupai bentuk tangga, dengan anak tangga yang diganti dengan beberapa bilah pisau. Miris…dan ngeri merasakannya, namun sesekali enak dipandang…

Begitu pula dengan karyanya yang kedua yang menghadirkan rumah pohon di dalam gerombolan daun pada pohon bonsai. Bahkan Mono masih menambah replika tangga berundak yang mengelilingi batang bonsai tersebut. Karya ini seakan mengajak kita untuk menjadi kecil, seperti liliput, dan kemudian meniti anak tangga menuju rumah pohon nan tenang, damai dan sepi.

Lewat karya2nya Mono mengajak kita untuk merenungkan perasaan damai dan tenang yang sekarang sangat jarang kita temui, apalagi di kota besar seperti Jakarta yang sudah sangat menyesakkan, polutif dan bahkan menyengsarakan warganya.

Teringat Jakarta, melayang pula ingatan saya pada band dari Jakarta, Whizz Kid yang meneriakkan lagu Nyanyian Kehidupan seperti ini :

..Diantara kerasnya wajah kota..Yang penuh dengan wajah kemunafikan..Kan kuhadapi kenyataan ini…Tuk jalani sandiwara ini…


Aduh..maaf kalau saya banyak mengutip lagu2 rock era 80-an, karena memang sejatinya saya juga seorang rocker !

ROCK NEVER DIES !!!


Bambang Toko Witjaksono

Dosen, Seniman & Vokalis FORDOM